Kemampuanku terbatas




Kemampuanku terbatas(K7-B4)
                                     
1.      Pengalaman akan keterbatasan kemampuan diri sesungguhnya merupakan pengalaman yang kerap kali dialami.Walaupun demikian, kita dapat melihat dua sikap yang sering muncul menghadapi keterbatasan. Sikap pertama, sikap menerima dan mengakui.
2.      Sikap positif ini akan berdampak pada kemampuan untuk mengatasi keterbatasan dengan positif pula: belajar lebih keras, belajar dari orang lain, tidak minder, dan sebagainya. Sikap kedua adalah sikap tidak mengakui, bahkan menutup-nutupi keterbatasan. Sikap negatif ini umumnya akan mengantar orang pada sikap dan tindakan munafik, berpura-pura, iri hati akan keberhasilan orang lain, berusaha menjatuhkan orang lain, minder, kurang percaya diri, kadang menghalalkan segala cara untuk menutupi keterbatasan dirinya.
3.       Dua sisi keterbatasan tersebut sudah mulai dirasakan oleh remaja. Oleh karena itu, sudah
saatnya mereka diajak untuk menyadari kenyataan ini sehingga mereka bisa mengambil sikap yang benar dalam hidupnya, khuisunya dalam menghadapi keterbatasan diri.


4. Iman Kristiani mengajarkan bahwa pengalaman keterbatasan merupakan pengalaman yang
tak bisa diingkari. Manusia adalah makhluk yang fana, yang terbatas. Manusia diciptakan dalam
kesempuarnaan, tetapi yang juga mempunyai keterbatasan. Keterbatasan yang dimiliki dalam bentuk
apa pun sesungguhnya menyiratkan suatu panggilan kepada setiap manusia untuk berelasi dengan
sesama, bekerja sama saling melengkapi dan saling mengembangkan demi kepenuhannya. Tetapi yang menjadi penting adalah bagaimana pengalaman keterbatasan tersebut disikapi secara benar,
yakni berupaya mengatasi dengan mencari sumber kekuatan dan kesempurnaan sejati, yakni Allah
sendiri. 
Sikap semacam ini, bisa direfleksikan dari kisah Yesus meredakan angin ribut dalam

.
Markus 6: 35-44
6:35 Pada waktu hari sudah mulai malam, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya dan berkata: "Tempat ini sunyi dan hari sudah mulai malam.
6:36 Suruhlah mereka pergi, supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa dan di kampung-kampung di sekitar ini."
6:37 Tetapi jawab-Nya: "Kamu harus memberi mereka makan!" Kata mereka kepada-Nya: "Jadi haruskah kami membeli roti seharga dua ratus dinar untuk memberi mereka makan?"
6:38 Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Berapa banyak roti yang ada padamu? Cobalah periksa!" Sesudah memeriksanya mereka berkata: "Lima roti dan dua ikan."
6:39 Lalu Ia menyuruh orang-orang itu, supaya semua duduk berkelompok-kelompok di atas rumput hijau.
6:40 Maka duduklah mereka berkelompok-kelompok, ada yang seratus, ada yang lima puluh orang.
6:41 Dan setelah Ia mengambil lima roti dan dua ikan itu, Ia menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, supaya dibagi-bagikan kepada orang-orang itu; begitu juga kedua ikan itu dibagi-bagikan-Nya kepada semua mereka.
6:42 Dan mereka semuanya makan sampai kenyang.
6:43 Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti dua belas bakul penuh, selain dari pada sisa-sisa ikan.
6:44 Yang ikut makan roti itu ada lima ribu orang laki-laki.
Luk. 5: 1-11.5:1
 Pada suatu kali Yesus berdiri di pantai danau Genesaret, sedang orang banyak mengerumuni Dia hendak mendengarkan firman Allah.
5:2 Ia melihat dua perahu di tepi pantai. Nelayan-nelayannya telah turun dan sedang membasuh jalanya.
5:3 Ia naik ke dalam salah satu perahu itu, yaitu perahu Simon, dan menyuruh dia supaya menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai. Lalu Ia duduk dan mengajar orang banyak dari atas perahu.
5:4 Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon: "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan."
5:5 Simon menjawab: "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga."
5:6 Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak.
5:7 Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam.
5:8 Ketika Simon Petrus melihat hal itu ia pun tersungkur di depan Yesus dan berkata: "Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa."
5:9 Sebab ia dan semua orang yang bersama-sama dengan dia takjub oleh karena banyaknya ikan yang mereka tangkap;
5:10 demikian juga Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang menjadi teman Simon. Kata Yesus kepada Simon: "Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia."
5:11 Dan sesudah mereka menghela perahu-perahunya ke darat, mereka pun meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus.



 Melalui contoh pengalaman Louis Braille, atau pengalaman tokoh yang mereka kenal, peserta
didik hendak diajak untuk belajar melihat, bahwa sesungguhnya keterbatasan kemampuan, tidak
selamanya menjadi penghalang bagi kemajuan dan sukses. Dengan demikian, mereka mampu
bersikap dan bertindak positif dalam kehidupannya dan tergerak untuk meneladan tokoh-tokoh
tersebut dalam hidupnya.


 Kisah Louis Braille, memberi pesan yang amat jelas. Keterbatasan apapun
bila disikapi secara positif bisa menjadi peluang untuk berkembang. Kalian
dapat menyaksikan sendiri banyak orang cacat yang menjadi terkenal, banyak
orang yang kurang pandai dalam matematika tetapi sukses jadi pengusaha,
banyak orang yang berasal dari pelosok kampung---yang ke sekolah harus
berjalan kaki puluhan kilometer dan fasilitas belajarnya sangat minim bisa  menjadi juara olimpiade. Masih banyak lagi contoh yang bisa ditemukan. Yang penting keberanian menerima keterbatasan, mengatasi dengan bekerja
keras, yakin bahwa segala sesuatu bisa di raih asal ada tekad, dan sebagainya.
Maka mengeluh, minder, frustrasi, iri, atau menghalalkan segala cara tidak akan menyelesaikan keterbatasan yang dimiliki.
Semua orang mempunyai keterbatasan, atau pada saat tertentu sadar akan keterbatasan. Bahkan murid-murid Yesus pun pada saat tertentu merasakan keterbatasan kemampuan dirinya. Apa yang mereka lakukan? Yang penting keberanian menerima keterbatasan, mengatasi dengan bekerja keras, yakin bahwa segala sesuatu bisa di raih asal ada tekad, dan sebagainya. Maka mengeluh, minder, frustrasi,
 iri, atau menghalalkan segala cara tidak akan menyelesaikan keterbatasan yang dimiliki.Semua orang mempunyai keterbatasan, atau pada saat tertentu sadar akan
keterbatasan. Bahkan murid-murid Yesus pun pada saat tertentu merasakan
keterbatasan kemampuan dirinya. Apa yang mereka lakukan? Yang penting keberanian menerima keterbatasan, mengatasi dengan bekerja
keras, yakin bahwa segala sesuatu bisa di raih asal ada tekad, dan sebagainya.
Maka mengeluh, minder, frustrasi, iri, atau menghalalkan segala cara tidak akan
menyelesaikan keterbatasan yang dimiliki.
4 Semua orang mempunyai keterbatasan, atau pada saat tertentu sadar akan
keterbatasan. Bahkan murid-murid Yesus pun pada saat tertentu merasakan
keterbatasan kemampuan dirinya. Apa yang mereka lakukan?

Markus 4: 35-41
.
4:35 Pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: "Marilah kita bertolak ke seberang."
4:36 Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia.
4:37 Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air.
4:38 Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?"
4:39 Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali.
4:40 Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?"
4:41 Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: "Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?"



 Ketika sadar akan keterbatasan kemampuan, ada sebagian orang menjadi
bingung, bahkan ada pula yang menyalahkan Tuhan. Para murid Yesus rupanya
mengalami hal yang kurang lebih sama. Mereka bingung dan menyalahkan
Yesus seolah-olah Yesus tidak peduli dengan nasib mereka, seperti nampak
dalam ungkapan: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” Mungkin
dalam bahasa manusia sekarang hal tersebut bisa berbunyi: “mengapa saya
tidak dilahirkan dengan wajah canti/ganteng? Mengapa orang tua saya miskin?
Mengapa saya tidak sepintar dia? Mengapa Engkau menciptakan aku dalam
keadaan cacat?”
 Tetapi ada hal yang menarik dari kutipan tersebut. Ketika sadar akan keter-
batasan kemampuannya, para murid Yesus pergi mencari pertolongan Yesus.
Mereka sadar bahwa saat menghadapi keterbatasan, manusia perlu mem-
beranikan diri memnita bantuan orang lain, terutama Tuhan.
 Ada dua pesan yang kuat yang tersampaikan dalam kisah Yesus mereda-
kan angin ribut. Pertama, menguatkan keyakinan iman kita, bahwa dibalik
keterbatasan yang dimiliki pada setiap orang pada saat manusia diciptakan,
Allah bermaksud supaya manusia bisa saling membantu dan bekerja sama
satu sama lain untuk saling mengembangkan dan menyempurnakan. Bukan
maksud Tuhan untuk bersikap tidak adil. Ketika dalam keluarga ada satu ang-
gotanya yang cacat, misalnya, Tuhan hendak mengajari mereka untuk lebih
peduli dan menyayangi anggota keluarga itu. Kita semakin diteguhkan jika
saling membantu dan bekerja sama dalam keterbatasan masing-masing demi
saling melengkapi dan mengembangkan diri. Kedua, pada akhirnya manusia
harus sadar, bilamana mengalami keterbatasan diri ia harus mencari sumber
kekuatan dan kesempurnaan sejati, yakni Tuhan Allah. Kenyataan tersebt bisa
kalian lihat, mengapa pada saat-saat sulit orang tuamu atau kamu lebih rajin
berdoa, supaya kamu lulus ujian banyak orang tuamu bermohon kepada
Tuhan dengan bernovena.




Komentar

Posting Komentar