Syukur sebagai citra Allah




Syukur sebagai Citra Allah (PJ-5)

1.      Kata “syukur” atau “bersyukur” bagi sebagian orang menjadi sesuatu yang mudah
dikatakan, tetapi sulit dilaksanakan. Hal itu disebabkan karena manusia zaman sekarang
sering memandang seolah-olah keberhasilan dan apa yang dimiliki saat ini semata-mata
hasil usaha dan kerja kerasnya sendiri, lepas dari peran Tuhan di dalamnya.
2.      Tentu saja hal ini memperihatinkan. Walaupun demikian, kita dapat memaklumi mengapa hal ini terjadi. Salah satu faktor penyebabnya karena manusia zaman sekarang hampir tidak menyempatkan diri untuk diam dan hening. Seluruh waktu seolah habis untuk berbagai aktivitas dan memenuhi kebutuhan hidup yang sifatnya keduniawian. Iman atau agama hampir tidak mempunyai tempat dalam kehidupan. Kalaupun masih sembap melakukan komunikasi dengan Tuhan, hal itu lebih bersifat formal-legalis (karena kewajiban dan aturan). Bentuk kehidupan semacam ini menjadi salah satu hal yang melanda dunia remaja. Banyak remaja lebih mengutamakan pemenuhan kewajiban belajar dari pada yang sifatnya rohani. Bahkan kewajiban keagamaan sering terkalahkan dengan kebutuhan untuk berkumpul dengan teman atau bermain game. Tentu saja hal tersebut merupakan tanda-tanda lunturnya iman manusia akan Allah.


3.      Dari segala yang telah diciptakan Tuhan, hanya manusia diberi kemampuan bersyukur.
Manusia mampu bersyukur karena sebagai Citra-Nya, Allah membekali manusia dengan akal
budi dan hati nurani serta roh. Semua itu memampukan manusia untuk senantiasa mencari
Allah dan mengarahkan hidup sesuai dengan kehendak Allah. Lewat akal budi, hati nurani
dan roh pula manusia beriman mampu mengamini, bahwa sesungguhnya hidup manusia
dengan segala pengalamannya – baik manis maupun pahit, menyenangkan atau tidak
menyenangkan, dan segala keadaannya: sempurna atau tidak sempurna, cantik atau tampan-
atau kurang cantik dan kurang tampan; tidak pernah lepas dari peran Allah sang Pencipta.
4.      Hidup yang kita alami apapun keadaannya sesungguhnya merupakan bukti pemeliharaan
dan cinta Tuhan. Maka, selayaknyalah manusiapun bertumbuh menjadi pribadi yang penuh syukur kepada-Nya. Melalui kisah Kesepuluh Orang Kusta dalam Luk. 17: 11-19, Injil hendak
mengajak kita untuk meneladan orang Samaria, yang setelah mengalami penyelamatan Allah
melalui Yesus pergi bersyukur kepada-Nya.







Lukas 17:11-19
17:11 Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem Yesus menyusur perbatasan Samaria dan Galilea.
17:12 Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh
17:13 dan berteriak: "Yesus, Guru, kasihanilah kami!"
17:14 Lalu Ia memandang mereka dan berkata: "Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam." Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir.
17:15 Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring,
17:16 lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria.
17:17 Lalu Yesus berkata: "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu?
17:18 Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?"
17:19 Lalu Ia berkata kepada orang itu: "Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau."


5.      Dengan mencoba melihat pengalaman suka dan duka kehidupan sehari-hari, serta melihat
peran Allah dalam pengalaman hidupnya, pelajaran ini ingin mengajak para peserta didik
untuk membangun sikap syukur atas hidup sebagai citra Allah. Kalian  diajak untuk
mulai menyadari bahwa hidup itu anugerah yang luar biasa dari Allah yang patut disyukuri
karena dalam situasi apa pun Allah terlibat di dalamnya. Allah senantiasa berkeinginan
menyelamatkan manusia.



6.        Gereja mengajak kepada kita untuk senantiasa bersyukur, karena hanya manusia
yang mampu bersyukur. Manusia mampu bersyukur karena sebagai Citra-Nya, Allah telah membekali manusia dengan akal budi dan hati nurani serta roh. Semua itu memampukan manusia untuk senantiasa mencari Allah dan mengarahkan hidup sesuai dengan kehendak Allah. Lewat akal budi, hati nurani dan roh pula manusia beriman mampu mengamini, bahwa sesungguhnya hidup manusia dengan segala pengalamannya – baik manis maupun pahit, menyenangkan atau tidak menyenangkan, dan segala keadaannya: sempurna atau tidak sempurna, cantik atau tampan-atau kurang cantik dan kurang tampan, tidak pernah lepas dari peran Allah sang Pencipta. Hidup yang kita alami apapun keadaannya sesungguhnya merupakan bukti pemeliharaan dan cinta Tuhan. Selayaknyalah manusia pun bertumbuh menjadi pribadi yang penuh syukur kepada-Nya.
7.        Tetapi harap diketahui, manusia akan mampu bersyukur bila: Mampu mengagumi
keindahan dan karya serta penyertaan Tuhan dalam hidupnya; Mengakui, bahwa apa yang dilakukan Tuhan tersebut sebagai cara Tuhan mencintai dirinya; Mengungkapkan dengan ibadat dan mewujudkan syukur dalam hidup sehari-hari melalui tindakan.
8.        Proses itu hanya dapat dilakukan bila manusia masuk dalam suasana hening, meninggalkan berbagai kesibukan.
Injil  Luk.17: 11-19 berikut ini.
Penjelasannya:

9.      Ada sepuluh orang yang merasakan karya penyelamatan Allah dalam dirinya
melalui penyembuhan atas penyakitnya. Tetapi dari sepuluh orang yang disembuhkan ternyata hanya satu orang yang bersyukur. Dalam kisah, kebetulan orang itu adalah orang Samaria.


10.  Menurut Kamus Alkitab, Samaria dalam masa Perjanjian Lama merupakan ibu kota Kerajaan Israel Utara sejak raja Omri (1Raj. 16:24). Pada tahun 722 SM Samria direbut tentara Asyur (2 Raj. 17:5), penduduknya dicampur dengan bangsa-bangsa lain, sehingga juga agama dicampur (2 Raj. 17:24-41). Pada zaman yesus Samaria adalah daerah diantara Galilea di sebelah Utara dan Yudea di selatan. Penduduknya dibenci oleh orang-orang Yahudi karena agama (dianggap kafir dan kebiasaannya berbeda dengan orang Yahudi pada umumnya.
11.  Dari sepuluh orang itu, sembilan orang menganggap dirinya sebagai orang beriman, satu orang dianggap kafir atau tidak percaya kepada Allah). Tetapi anehnya, mengapa yang sering dicap sebagai orang kafir itulah yang datang kembali untuk bersyukur?
12.  Rasa syukur dapat diungkapkan melalui ibadat atau doa. Oleh karena itu, sesungguhnya doa bukan keajiban, dan dapat dilakukan setiap saat.

13.  Doa dapat diwujudkan melalui tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari seperti berikut: menolong sesama yang menderita,berusaha hidup lebih baik,
memelihara kehidupan itu sendiri, misalnya dengan menjaga kesehatan, kebersihan, menjauhi obat-obatan, menjaga kehidupan orang lain, seperti yang dilakukan Sr. Theresa yang menolong orang-orang miskin dan terbuang,
membiasakan bersyukur atas peristiwa hidup, baik suka maupun duka.

Komentar